Wednesday, March 5, 2014

PENGERTIAN RETORIKA

A. Pengertian Retorika
Retorika adalah teknik pemakaian bahasa seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik.
Dua aspek penting dalam retorika adalah; pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik.
Studi tentang retorika mempengaruhi kebudayaan Eropa mulai jaman kuno hingga abad XVII M. Pada abad XVII, retorika dianggap tidak penting lagi. Pada abad XX kembali mengambil tempat lagi sebagai cara untuk menyajikan berbagai macam bidang pengetahuan dalam bahasa yang baik dan efektif.
Retorika menitiberatkan pada seni oratori atau teknik berpidato.
Beberapa pengertian retorika modern:
Tujuan retorika untuk menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan dari tulisan yang bersifat prosa atau wacana lisan yang berbentuk pidato atau ceramah,untuk mempengaruhi sikap dan perasaan orang.
Prinsip-prinsip mengenai komposisi pidato yang persuasif dan efektif, maupun ketrampilan yang harus dimiliki seorang orator.
Prinsip-prinsip mengenai komposisi prosa pada umumnya, baik yang dimaksudkan untuk penyajian lisan maupun untuk penyajian tertulis, entah yang bersifat fiktif atau yang bersifat ilmiah.
Kumpulan ajaran teoritis mengenai seni komposisi verbal, baik prosa maupun puisi, beserta upaya-upaya yang digunakan dalam kedua jenis komposisi verbal tersebut.

B. Jaman Yunani
Retorika mula-mula tumbuh dan berkembang di Yunani pada abad V dan IV sebelum Masehi.
Pengertian asli retorika adalah sebuah telaah atau studi simpatik tentang oratoria.
Orang yang pertama-tama dianggap memperkenalkan oratori adalah orang Yunani Sicilia, tetapi tokoh pendiri sebenarnya adalah Corax dari Sirakusa (500 SM) yang meletakkan sistematika oratori atas lima bagian, yaitu:
Poem atau pengantar dari pidato yang akan disampaikan.
Diegesis atau Narratio: bagian yang mengandung uraian tentang pokok persoalan yang akan disampaikan.
Agon atau argumen; bagian pidato yang mengemukakan bukti-bukti mengenai pokok persoalan yang dikemukakan tersebut.
Parekbaksis atau Digressio; catatan pelengkap yang mengemukakan keterangan-keterangan lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan persoalan tadi.
Peroratio; bagian penutup pidato yang mengemukakan kesimpulan dan saran-saran.
Terdapat tiga kontroversi tentang retorika yaitu: (1) menyangkut persoalan pemakaian unsur stilistika, (2) masalah hubungan antar retorika dan moral, dan (3) masalah pendidikan.
Kontroversi pertama: terdapat tiga aliran, yaitu: menyetujui penggunaan unsur-unsur stilistika, yang menolak, berada di luar kedua aliran pertama.
Gorgias dan Leontini, mula-mula memperkenalkan retorika pada orang Athena (42 SM) yang berpendapat perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika seperti: epitet-epitet penuh hiasan, antitese-antitese, terminasi (akhir kata) penuh ritme dan bersajak yang terdapat pada pidato maupun narasi historis Thucydides dan argumentasi sandiwara dari Euripides. Pemakaian unsur stilistika yang berlebihan tersebut dianggap berlebihan oleh Lysias yang menyukai gaya simple. Kemudian kedua teori tersebut dimentahkan oleh Demosthenes.
Kontroversi kedua menyangkut masalah retorika dan moral; Gorgias mengemukanan bahwa dalam berpidato, seorang orator harus bermoral, karenanya retorika dianggap tiadak perlu/mubazir.
Kontroversi ketiga: terdapat pada bidang pendidikan. Retorika memicu para ahli retorika untuk memasukkan kurikulum yang berbeda dalam materi tersebut.
Isocrates (perimasukkan pertengahan abad IV): aspek-aspek politik dapat dimasukkan dalam retorika.
Gorgias: membicarakan masalah etika dan politik
Phaeradus: membicarakan etika dan mistik.
Sokrates: memaklumkan retorika sebagai seni dangkal yang mengambil bagian dalam ilmu fillsafat
Aristoteles: Logika formal merupakan dasar yang tepat bagi pidato yang jujur  dan efektif baik dalam dewan legislatif maupun pengadilan. Kemudian dalam buku Rhetorica, aristoteles membedakan tiga jenis pidato:
a.   Pidato yudisial (legal/forensik), mengenai perkara di pengadilan yang menyangkut apa yang terjadi dan tidak pernah terjadi.
b.   PidatoPidato deliberatif (politik/suasoria), berisi nasihat yang disampaiakn penasihat mengenai hal yang patut dan tidak patut dilakukan.
c.   Pidato epideiktik (demonstratif), untuk pementasan  dan upacara-upacara ibadah berisi tentang kecaman dan pujian yang terjadi sekarang.

C. Jaman Romawi (300 sebelum Masehi -130 Masehi)
Retorika pada Jaman ini dibawa dan diajarkan oleh seorang budak Yunani Livius Andronicus (284-204 SM). Ahli-ahli retorika  yang terkenal pada jaman Romawi adalah: Appius Claudius Caecus (300 SM), Cato de Censoris, Ser. Sulpicius Galba, Caius Grechus, Marcus Antonius, dan Lucius Licinius Crassus.
Dua orang guru retorika Romawi yang terkenal adalah Cicero dan Quintilianus.  M. Tullius Cicero menghasilkan tiga karya: De oratore (prinsip-prinsip oratori terbagi tiga: a. studi yang diperlukan orator; b. penggarapan topic pidato; c. bentuk penyajian sebuah pidato), Brutus dan Orator.
Karya terakhir yang terkenal pada jaman ini adalah: Institutio Oratoria kaeya  Fabius Quintilianus.

D. Metode Retorika Klasik
Ada beberapa pokok masalah retorika, antara lain: (1) seni retorika, (2) masalah pidato, (3) situasi yang menimbulkan pidato.
Seni retorika. Terdapat lima langkah pembagian:
-   Inventio/Heuresis: penemuan atau penelitian materi-materi yang mencangkup: menemukan, mengumpulkan, menganalisa, memilih materi yang cocok untuk berpidato. Menurut Aristoteles argumen-argumen harus dicari melalui rasio, moral dan afeksi.
-   Dispositio/Taxis/Oikonomia: penyusunan dan pengurutan materi (argumen) dalam sebuah pidato.
-   Elocutio atau Lexis: pengungkapan atau penyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar elucutio: komposisi, kejelasan, langgam bahasa dari pidato; kerapian, kemurnian, ketajaman dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan, hiasan pikiran dengan upaya retorika.
-   Memoria/mneme: menghafalkan pidato, yaitu latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam pidato yang sudah disusun.
-   Actio/Hypokrisis: menyajikan pidato. Penyajian yang efektif dari sebuah pidatoakan ditentukan juga oleh suara, sikap dan gerak-gerik.
b.   Masalah pidato. Aristoteles, Cicero dan Quintilianus membagi pidato atas lima bagian:
-         Poem/exordium: bagian pembukaan/introduksi (jelas,sopan, singkat)
-         Narratio/dicgesis: pernyataan mengenai kasus yang dibicarakan. Mengandung pernyataan mengenai fakta-fakta awal yang jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan.
-         Agon/Argumen: menyajikan fakta-fakta atau bukti untuk membuktikan masalah atau kasus yang sedang dibicarakan.
-         Refutatio/Lysis: bagian yang menolak fakta-fakta yang berlawanan. Pembicara menunjukkan bahwa keberatan-keberatan yang bersifat absurd,palsu/ tidak konsisten.
-         Peroratio/epilogos: kesimpulan atau suatu rekapitulasi dari apa yang telah dikemukakan dengan suatu appeal emosional pada pendengar.
c.   Situasi yang menimbulkan pidato
Merupakan semua faktor luar yang dapat mempengaruhi penyusunan pidato, cara membawakan pidato, untuk mencapai hasil yang optimal. Situasi juga mencangkup psikologi pendengar, tujuan pidato, sifat umum dan khusus pidato.
Metode Pendidikan Retorika meliputi: imitasi dan deklamasi
  1. Imitasi
Merupakan cara untuk melatih membawakan pidato-pidato dengan meniru cara-cara yang biasa digunakan orator-orator klasik. Karya terkenal pada masa itu adalah Progymnasmata (Hermogenes (c. 150 AD) dari Tarsus, dan buku Antonius (c.400 AD), seorang murid Libanius dari Antiokia.
Deklamasi
Merupakan metode untuk menemukan suatu pokok persoalan yang dipergunakan dalam latihan akademis.
Dasar Latihan, merupakan teknik melatih diri untuk mencapai inti persoalan atau hal aktual yang sedang dihadapi.

E. Abad Pertengahan (V-XV)
Pada jaman Romawi, para kaisar memberi subsidi kepada sekolah-sekolah yang memasukkan retorika dalam silabus pendidikan. Sehingga ahli retorika yang dihasilkan bisa menjadi imam agung pada upacara resmi. Tapi tiga abad berikutnya pidato hanya dilakukan untuk peniruan masa lampau dengan metode imitasi dan deklamasi.
Retorika pada abad pertengahan digolongkan dalam tujuh kesenian liberal. Retorika, tatabahasa dan logika (dialektika) membentuk satu trivium (tiga serangkai). Bukubuku pegangan Abad pertengahan mengenai retorika mengikuti prinsip-prinsip klasik dengan membedakan tiga gaya tulisan: kuat, sedang dan lemah. Atau tinggi,menengah, rendah. Gaya tinggi bukan hanya menyangkut hiasan tetapi juga penggunaan figuratau warna retorika yang paling sulit dan tinggi martabatnya.
Terdapat enam langkah pidato (dispositio) pada abad pertengahan: (a) Exordium: sebuah pembukaan yang jelas, sopan tapi singkat, (b) Narratio: sebuah pernyataan dari fakta awal yang jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan. (c) Propositio: penyajian kasus, jika yang disajikan berbentuk isu disebut partitio, (d) Confirmatio: penyajian argumen. (e) Refutatio: penolakan atas keberatan-keberatan, bahwa keberatan itu tidak bersifat absud, palsu atau tidak konsisten, dan (f) peroratio: ringkasan, yaitu rangkuman dengan suatu appeal emosional.
F. Jaman Renaisance (XV-XVIII)
Pada jaman renaisance, tulisan-tulisan mannerisme menimbulkan reaksi keras yang merupakan wujud kembalinya retorika klasik yang bersifat imitatif. Pada abad XV dan XVI, buku-buku pegangan melanjutkan retorika sebagai seni untuk menyajikan dan menyiapkan langkah klasik mulai dari inventio, melalui dispositio, elocutio, dan memoria, berakhir pada actio. Tokoh yang terkenal adalah Petrarchus yang mempopulerkan metode imitasi.
Kedatangan sarjana-sarjana Byzantium ke Italia pada abad XV, menyebabkan sistematisasi teknik imitasi menyebar ke Barat. Kelahiran kembali (renaisance) retorika klasik tersebut ditandai dengan kelahiran retorika humanis.
Retorika humanis menghasilkan kamus, buku pegangan mengenai ungkapan dan eksempla (adages = peribahasa, anekdote, materi ilustratif) dalam bahasa Latin, dan prosedur-prosedur untuk menghafal. Sehingga aliran humanis menjadi aliran lebih baik dari Graeco-Roman dan Byzantium.
Sajak humaniora berupa sanjak-sanjak klasik, filsuf, ahli sejarah, ahli pidato, yang berbicara mengenai hidup dan nilai kemanusiaan., dipelajari dengan semangat yang tak terbatas karena orang-orang sudah merasa capai dengan skolastisisme dan teologi yang sudah merosot.
Humanis adalah kelompok maju yang melihat kebudayaan klasik, dengan kebijaksanaan moralnya, rasionalitas yang kritis, dan seni yang agung, sebagai tingkat yang paling tinggi dicapai manusia.
Sejak tahun 1550, aliran humanisme memiliki suatu pegangan yang kuat dalam pendidikan. Pada akhir abad Xvseorang humanis Belanda bernama Rodolphus Agricola mengingatkan bahwa penulis-penulis harus mengembangkan subyek penelitian mereka yang bertalian dengan genus, species, sebab, akibat, persamaan, dan pertentangan.

G. Kemunduran Retorika (XVIII-XX)
Aliran Ramisme menandai keruntuhan seni retorika klasik, karena dianggap berlebihan dan bukan hanya berdasar atas style saja.
Aliran positivisme logis  menarik perhatian orang akan pentingnya mempelajari cara-cara mempergunakan bahasa dengan baik dan efektif.
Karya I.A. Richards yaitu philosophy of Rethoric (1941) menandaskan diperlukan adanya seni baru bagi wacana. Sehingga diperlukan usaha untuk menggaungkan retorika klasik yang saat ini sedang diusahakan oleh sekolah-sekolah dan universitas-universitas di Amerika Serikat.

H. Retorika Modern
Retorika modern harusnya disampaikan secara efektif dan efisien dan lebih ditekankan kepada berbahasa secara tertulis, dengan tidak mengabaikan kemampuan secara lisan.
Berbahasa secara efektif  diarahkan kepada hasil yang akan dicapai penulis  dan pembaca, bahwa amanat yang yang ingin disampaikan dapat diterima dan utuh. Sedangkan secara efisien dimaksudkan bahwa alat atau cara yang dipergunakan untuk menyampaikan suatu amanat dapat membawa hasil yang besar, sehingga penulis dan pembicara tidak perlu mengulang dan berlebihan dalam penyampaian.
Sehinnga retorika modern lebih mengedepankan bahasa tertulis tanpa mengesampingkan bahasa lisan.
Prinsip-prinsip dasar retorika modern/ retorika komposisi:
  1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosa kata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif, semakin mampu memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pikiran.
  2. Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan penulis mempergunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.
  3. Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa, dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih memudahkan penyampaian pikiran penulis.
  4. Memiliki kemampuan penalaran yang baik, sehingga pikiran penulis dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
  5. Mengenal ketentuan-ketentuan teknis penyusunan komposisi tertulis, sehingga mudah dibaca dan dipahami, disamping bentuknya dapat menarik pembaca. Ketentuan teknis disini dimaksudkan dengan: masalah pengetikan/ pencetakan, cara penyusunan bibliografi, cara mengutip, dan sebagainya.
  6. Dengan demikian pencorakan komposisi dalam retorika modern akan meliputi bentuk karangan yang disebut: eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan narasi.
  7. Eksposisi adalah suatu bentuk retorika yang tujuannya adalah memperluas pengetahuan pembaca, agar pembaca tahu mengenai apa yang diuraikan.
  8. Argumentasi merupakan teknik untuk berusaha mengubah dan mempengaruhi sikap pembaca.
  9. Deskripsi menggambarkan obyek uraian sedemikian rupa sehingga barang atau hal tersebut seolah-olah berada di depan mata pembaca.
  10. Narasi merupakan teknik retorika untuk mengisahkan kejadian –kejadian yang ingin disampaikan penulis sedemikian rupa, sehingga pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri yang mengalami peristiwa tersebut.

No comments:

Post a Comment