Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum
(study retorika di Sirikkusa ibu kota Sislia Yunani abab ke 5 SM). Retorika (dari bahasa
Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator,
teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk
menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen
(logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The
Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum
ialah seni manipulatif atau teknik persuasi
politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang
dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan
pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai
konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun,
definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan
studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan
definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktek kontemporer dari retorika
yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Retorika adalah memberikan suatu kasus lewat
bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias,
Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM). Retorika adalah ilmu yang
mengajarkan orang tentang keterampilan, tentang menemukan sarana persuasif yang
objectif dari suatu kasus (Aristoteles) Study yang mempelajari kesalahpahaman
serta penemuan saran dan pengobatannya (Richard awal abad ke 20-an) Retorika
adalah yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan
dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta
kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Retorika
(dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher)
adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan
dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles
mencetuskan dalam sebah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau
Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional
dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar
melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam
merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth
Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau
tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak
retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan
antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan
praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan
visual.
Tujuan retorika adalah persuasi, yang di maksudkan dalam persuasi
dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap penutur (pendengar) akan kebenaran
gagasan topic tutur (hal yang di bicarakan) si penutur (pembicara). Artinya
bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan
kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat
kegiatan bertutur.
Beberapa dimensi ideologi retorika
1. Dimensi filosofis kemanusiaan, dari dimensi ini, kita
mengedepankan pemahaman dari sudut identitas (ciri pembeda) antara eksistensi.
Identitas pembedanya:
- antara makhluk manusia dengan selain manusia
- antara manusia yang berbudaya
- antara yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, pandangan hidup
2. Dimensi teknis, berbicara adalah sebuah teknik penggunaan
symbol dalam proses interaksi informasi.
3. Dimensi proses penampakan diri atau aktualisasi diri. Berbicara itu adalah salah satu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
3. Dimensi proses penampakan diri atau aktualisasi diri. Berbicara itu adalah salah satu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
4. Dimensi teologis, menyampaikan ajaran agama sesuatu yang wajib
(dakwah)
Bicara juga ada seninya. Pernahkah anda
mengamati seorang penjual obat di pasar, ketika sedang menawarkan dagangannya?
Atau, pernahkah anda ikut demonstrasi di kampus anda? Kalau pernah coba amati
gaya bicara sang korlap!
Retorika bukan cuma menekankan pada output
verbal seseorang ketika berbicara, namun juga output non verbalnya. Percaya
atau tidak, gerakan bola mata kita atau arah pandangan mata kita, bahkan benda
apa yang kita pegang saat berbicara, berpengaruh pada dipercaya tidaknya ucapan
kita oleh orang lain. Seni berbicara memang erat kaitannya dengan seni
mempengaruhi orang lain. Salah satu kuncinya adalah kenali audiens anda. Dengan
mengenali siapa yang anda ajak bicara, anda bisa memprediksi apa dan bagaimana
anda harus bicara, agar ucapan anda bisa dipercaya.
LATAR BELAKANG YANG BERBEDA
Proses komunikasi pada intinya adalah proses
yang berusaha mencari mutual understanding di antara dua pihak yang
berkomunikasi itu. Proses itu bisa gampang, bisa jadi sulit. Mutual
understanding bisa tercipta jika ada kemiripan antara frame of reference
dan field of experience kedua belah pihak.
Dua pihak yang berkomunikasi membawa latar
belakang pemahaman yang berbeda pula. Di benak setiap orang yang berkomunikasi,
umumnya telah tercipta image, persepsi dan gambaran tentang lawan
komunikasinya. Dalam banyak kasus, image bahkan dapat tercipta sebelum
bertemu muka dengan si-obyek image.
Image sendiri bukanlah suatu fenomena yang buruk. Image yang
tepat, dapat membantu kita dalam proses komunikasi, namun demikian, kita harus
menyadari bahwa Image dapat dimanipulasi atau dikondisikan, secara
sadar maupun tidak sadar, oleh diri kita sendiri, atau obyek lain diluar diri
kita.
Suatu proses komunikasi akan menghasilkan mutual understanding jika ada kedekatan antara frame of reference dan field of experience dari para peserta proses komunikasi.
Untuk menjadi komunikator yang efektif, anda
sedapat-dapatnya harus mengenali karakteristik audiens anda, untuk menentukan
tehnik komunikasi apa yang harus anda gunakan untuk menyampaikan pesan anda.
PENTINGNYA RETORIKA
Persepsi adalah proses yang
terintegrasi dalam individu, yang terjadi sebagai reaksi atas stimulus
yang diterimanya (bersifat individual).
Sebuah konsensus (kesamaan persepsi kolektif pada satu isu tertentu) yang
tercapai melalui diskusi sosial akan menimbulkan opini publik. Sedangkan pada
diri individu sendiri, opini bisa bersifat laten atau manifes. Opini yang
bersifat laten disebut sikap. Sikap adalah suatu predisposisi terhadap
sesuatu obyek, yang didalamnya termasuk sistem kepercayaan, perasaan, dan
kecenderungan perilaku terhadap obyek tersebut.
Sikap bisa dipelajari, bersifat stabil,
melibatkan aspek kognisi dan afeksi, dan menunjukkan kecenderungan
perilaku.
Sejarah Retorika dimulai pada tahun 467
sebelum Masehi, Korax seorang Yunani dan muridnya Teisios (keduanya berasal
dari Syrakuse –Sisilia) menerbitkan sebuah buku yang pertama tentang Retorika.
Tetapi retorika sebagai seni dan kepandaian berbicara, sudah ada dalam sejarah
jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesusteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias
dan Odyssee menulis pidato yang panjang. Juga bangsa-bangsa seperti Mesir,
India dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari sebelumnya.
Plato, menjadikan Gorgias dan Socrates
sebagai contoh retorika yang benar, atau re torika yang berdasarkan pada
Sophisme dan re torika yang berdasar pada filsafat. Sophisme mengajarkan
kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati.
Ketika merumuskan retorika yang benar-benar membawa orang pada hakikat – Plato
membahas organisasi gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato
menganjurkan para pembicara untuk menganal ”jiwa” pendengarnya. Dengan
demikian, Plato meletakkan dasar-dasar re torika ilmiah dan psikologi khalayak.
Ia te lah mengubah re torika sebagai sekumpulan teknik (sophisme ) menjadi
sebuah wacana ilmiah.
Pengertian Retorika
Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John,
dikatakan bahwa studi retorika sesungguhnya adalah bagian dari disiplin ilmu
komunikasi. Mengapa?
karena di dalam retorika terdapat penggunaan simbol-simbol yang dilakukan oleh
manusia. Karena itu Retorika berhubungan erat dengan komunikasi Persuasi.
Sehingga dikatakan retorika adalah suatu seni dari mengkonstruksikan argumen
dan pembuatan pidato. Little John mengatakan
re torika adalah ” adjusting ideas to people and people to ideas”
(Little John, 2004,p.50)
Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika adalah seni untuk berbicara
baik, yang dipergunakan dalam pros s komunikasi antarmanusia (Hendrikus,
1991,p.14) Sedangkan oleh sejarawan dan negarawan George Kennedy mendefinisikan
re torika sebagai …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted
through a system of signs, including language to other to influence their decisions
or actions” (dikutip dalam Puspa, 2005:p.10) atau kalau diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia menjadi Retorika adalah…”suatu energi yang inheren dengan
emosi dan pemikiran, yang dipancarkan melalui sebuah sistem dari tanda-tanda,
termasuk didalamnya bahsa yang ditujukan pada orang lain untuk mempengaruhi
pendapat mereka atau aksi mereka”
Lima Hukum Retorika (the
Five Canons of Rhetoric).
Aristoteles,
murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian retorika ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang be rjudul De
Arte Rhetorica.
Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima
tahap penyusunan pidato : terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (the Five
Canons of Rhetoric), yakni :
Inventio (penemuan)
Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan
meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi
Aristoteles, retorika tidak lain dari kemampuan untuk menentukan, dalam
kejadian tertentu dan situasi te rtentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap
ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai
dengan kebutuhan khalayak.
Dispositio
(penyusunan).
Pada
tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan.
Aristoteles menyebutnya Taxis yang berarti
pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara
logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia : pengantar,
pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles, pengantar berfungsi
menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan
Elocutio
(gaya).
Pada tahap ini pembicara memilih kata-kata
dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas”pesannya. Aristoteles
mengatakan agar menggunakan bahasa yang tepat, benar dan dapat dite rima, pilih
kata-kata yang jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan
hidup, dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak dan pembicara.
Memoria (memori) Pada tahap ini pembicara
harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan
pembicaraannya. Aristote le s menyarankan “jembatan keledai” untuk memudahkan
ingatan.
Pronuntiatio (penyampaian) Pada tahap ini, pembicara
menyampaikan pesannya secara lisan. Disini akting sangat berperan. Pembicara
harus memperhatikan suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan. (ge stus
moderatio cum venustate )
Rhetorical Analysis Aristoteles menyebut bahwa
ada tiga cara untuk mempengaruhi manusia.
Pertama, pembicara harus sanggup
menunjukkan kepada khalayak bahwa ia memiliki pengetahuan yang luas,
kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos).
Kedua, pembicara harus menyentuh
hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang mereka
(pathos) yang kemudian oleh para ahli retorika modern disebut sebagai imbauan
emosional atau emostional appeals.
Ketiga, pembicara meyakinkan
pendengar/khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti.
Disini pendekatan yang dipakai adalah melalui otak dari khalayak (logos).
Selain ketiga hal tadi, Aristoteles juga
menyebutkan dua hal lain yang efektif untuk mempengaruhi pendengar. Yakni Entimem (enthymeme) dan Contoh (example )
(Griffin, 2006 : p, 321). Entimem adalah berasal dari bahasa Yunani :
“en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran. Ini adalah sejenis
sylogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi
untuk menimbulkan keyakinan.
Dalam bukunya, Em Griffin mengatakan Enthymeme as “the
strongest of the proofs”. Disebut tidak lengkap karena sebagian premis
dihilangkan. Selain entimem, Contoh
adalah cara lainnya. Disampaikan dengan mengemukakan beberapa contoh. Secara
induktif pembicara membuat kesimpulan umum.
Kajian mengenai retorika menjadi penting
dalam kajian mengenai public re lations karena menurut para ilmuwan, Retorika
kegiatan Public Relations sarat dengan apa yang disebut oleh Heath (1992)
sebagai “Perilakuperilaku simbolik yang bertujuan atau bisa digunakan untuk
berbagi dan mengevaluasi informasi, membentuk keyakinan, serta membangun
normanorma untuk aksi kolektif yang terkoordinasi.
Penelitian-penelitian Retorika di bidang
Public Relations banyak mengilustrasikan bagaimana “symbolic strate gy” ini te
lah banyak dimanfaatkan te rutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan
“corporate advocacy” dan “issues management”. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Crable dan Vibbert
(1985), Vibbert (1987) dan Heath dan nelson (1986) membuktikan bahwa “issues
can be created by institutional rhetors, and that through the use of
symbolic strategies, communication can influence the public policy debate
Rhetorical Analysis sebagai salah satu bentuk Analisis Teks Media
Medhurst dan Benson (1984) dalam buku
Rhetorical Dimensions of
Media menyatakan bahwa ada 9 elemen re torika
yang bisa ditemukan pada
media massa (Be rge r, 2000 : p.57)
a. Intentional persuasion
b. Social value s and e ffe ct of symbolic forms found in texts
c. Techniques by which the arts communicate to audiences
d. Persuasion techniques used by characters on one another in
dramatic or narrative works
e. Cice ro’s five rhetorical practice s found in texts
f. Study of genre s or type s of texts
g. Implicit theories about human symblic interaction implied by
authors
of symbolic works
h. An ideal for the conduct of communication among humans
i. Study of what makes form effective
No comments:
Post a Comment