Dalam
sebuah buku oleh Dr. Gorys Keraf, dijelaskan bahwa Retorika adalah
suatu istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik
pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan
yang tersusun baik. Jadi, ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang
dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa
yang baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan
disampaikan dengan bahasa tadi. Oleh karena itu, retorika harus
dipelajari oleh mereka yang ingin menggunakan bahasa dengan cara yang
sebaik-baiknya untuk tujuan tertentu. Maka dari itu, timbullah
pusat-pusat pendidikan yang berusaha mengembangkan prinsip-prinsip
tentang retorika.
Studi
mengenai retorika pada akhirnya memengaruhi perkembangan kebudayaan
Eropa dari jaman kuno hingga abad XVII Masehi. Sesudah itu, retorika
sudah tidak dianggap penting lagi. Pada abad ke XX retorika kembali
mengambil tempat di antara bidang-bidang pengetahuan lainnya, sebagai
suatu cara menyajikan berbagai macam bidang pengetahuan dalam bahasa
yang baik dan efektif.
Sejarah pertumbuhn retorika darijaman yunani kuno menunjukkan bahwa tekanan seni wacana diletakkan pada oratori atau
seni berpidato. Hal ini dapat dimengerti karena publikasi secara meluas
atas suatu hasil pikiran tidak dapat dilakukan dengan tulisan, karena
belum ada percetakan. Tindakan yang diandalkan untuk memecahkan suatu
persoalan dengan melibatkan banyak orang, atau menyampaikan suatu
gagasan pada suatu massa pendengar, hanya bisa dilakukan pada bahasa
lisan, atau dengan kata lain melalui pidato. Karena itu, pengertian
retorika pada awalnya juga bertumpang tindih dengan seni berpidato atau
oratori. Tetapi, setelah penemuan mesin cetak dan mesin uap, maka
retorika sebagai seni berpidato mulai merosot peranannya, dan digantikan
dengan seni menggunakan bahasa secara tertulis. Dengan publikasi
tertulis, gagasan atau ide seseorang dapat lebih luas tersebar daripada
jika disampaikan melalui pidato. Sebab itu, tekanan utamapun beralih
kepada kemampuan untuk menyampaikan pikiran dalam bentuk bahasa tulis
agar dapat dibaca oleh banyak orang. Dengan pergeseran ini, pengertian
retorika juga turut bergeser dari bahasa lisan ke bahasa tulis, dari
seni berpidato, sebagai titik sentral, bergeser ke kemampuan menulis.
Pada
waktu ditemukan media komunikasi elektronis, khususnya radio, peranan
bahasa lisan muncul kembali. Pidato melalui radio, televise mempunyai
peranan yang sama penting dengan komunikasi melalui media tulis. Dengan
demikian, sejak awal munculnya retorika hingga saat ini retorika
senantiasa mengalami perkembangan. Akibat
perubahan-perubahan retorika sesuai dengan tujuan yang berlainan itu,
maka buku-buku pegangan mengenai retorika juga hanya mencakup sebagian
saja dari aspek retorika yang ada.
Karena
retorika berusaha memengaruhi sikap dan perasaan orang, maka dapat
digunakan oleh semua unsure yang bertalian dengan kaidah-kaidah
keefektifan dan keindahan gaya bahasa, misalnya: ketepatan pengungkapan,
keefektifan struktur kalimat, penggunaan bahasa kiasan yang serasi,
penampilan yang sesuai dengan situasi, dan sebagainya. Secara singkat,
retorika membicarakan dasar-dasar yang fundamental untuk menyusun sebuah
wacana yang efektif.
Melihat perkembangan dan pergeseran tekanan dan makna retorika, maka dapat disimpulkan bahwa retorika
adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun
tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik.
Retorika bertujuan menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan dari
tulisan yang bersifat prosa atau wacana lisan yang berbentuk pidato
atau ceramah, untuk memengaruhi sikap dan perasaan seseorang.
No comments:
Post a Comment